Perkawinan Adat Suku Batak dengan Minangkabau: Model Integrasi Budaya

Penulis : Dr. Ikhwanuddin Harahap, M.Ag dan Hasiah, M.Ag
Penerbit : Bypass
ISBN : 978-602-1667-91-0
Terbit : April 2022
Halaman : 134
Ukuran : 17,6 cm x 25 cm
Sampul : Soft cover
Harga : 130.000

Sinopsis
Pertemuan budaya senantiasa menarik untuk dikaji sebab ia mampu menghasilkan berbagai bentuk; percampuran, penyesuaian sampai keruntuhan budaya. Keruntuhan budaya terjadi pada suku Batak dan Minangkabau. Identitas suku Minangkabau di Sumatera Utara dan suku Batak di Sumatera Barat mengalami keruntuhan. Hal ini dapat dilihat dari pergeseran sistem kekerabatan yang dianut kedua suku tersebut. Pergeseran terjadi ketika laki-laki Batak menikah dengan perempuan Minangkabau.

Di Sumatera Utara, keluarga yang demikian menganut sistem patriarki di mana suami yang menjadi kepada keluarga sekaligus sebagai penerus keturunan. Pihak laki- laki yang melamar perempuan dan marga anak-anak diturunkan dari marga ayah. Dalam perkawinan seperti ini, isterinya yang notabene perempuan Minangkabau akan kehilangan identitas sukunya. Nama sukunya tidak digunakan dalam keluarga sebagaimana ciri khas Minangkabau yang matrilineal, ia juga tidak melakukan lamaran dan nama ”suku”nya tidak diturunkan kepada anak-anaknya. Masyarakat Minangkabau di Sumatera Utara menyebutnya dengan implementasi dari falsafah hidup mereka, yaitu di ma bumi dipijak disitu langik dijunjuang.

Di Sumatera Barat, pada sebagian kasus, orang Batak kehilangan identitas sukunya. Perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau telah meruntuhkan sistem kekerabatan dari patriarki kepada matriarki. Perempuan yang melamar laki-laki dan anak-anak mereka tidak diberi marga ayahnya. Padahal, selaku orang Batak seharusnya marga anak-anak diturunkan dari marga ayahnya. Orang Batak di Sumatera Barat menyebutnya sebagai adaptasi, dan dalam perspektif sosiologi disebut amalgamasi.

Facebook
Twitter
WhatsApp

Sinopsis